Home » » Selamat Natal: Sebuah Komitmen Muslim Pluralis

Selamat Natal: Sebuah Komitmen Muslim Pluralis


SELAMAT NATAL: SEBUAH KOMITMEN MUSLIM PLURALIS


Isa berkata, “Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Kitab dan Dia menjadikan aku seorang nabi. Dan Dia menjadikan aku yang diberkati dimana saja berada, dan Dia memerintahkan kepadaku shalat dan zakat selama aku hidup; Dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. Dan kesejahtaraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali”. Itulah Isa putra Maryam, yang mengatakan perkataan yang benar, yang mana mereka berbantah-bantahan tentang kebenarannya. (QS. Maryam [19]: 30-34).

Ada semacam inkonsistensi dalam pemahaman dan sikap disebagian kelompok umat Muslim terhadap jalinan hubungan antar umat beragama, terutama dalam soal mengucapkan selamat natal. Disatu sisi, kita (sebagai makhluk yang respek terhadap keberagaman agama) harus saling menghargai antar sesama pemeluk agama. Namun dilain sisi, sebagian kelompok Muslim justru mengoyak jalinan itu dengan “mengharamkan” ucapkan selamat natal kepada umat Kristen.
Karena itu saya akan mencoba “membongkar” pagar dogmatisme yang telah lama menjangkiti pemahaman dan sikap sebagian Muslim tersebut. Karena, dogmatisme semacam ini bukan hanya akan membekukan karunia akal bebas manusia, melainkan pula amat berbahaya bagi progresifitas Islam itu sendiri.
Adalah melalui penafsiran ulang terhadap cara pandang kita dalam menyelami hubungan antar umat beragama tentang pro dan kontra dalam mengucapkan selamat natal.
Pertama, penting dikemukakan bahwa tidak ada landasan teologis yang tegas dalam Qur’an yang melarang umat Muslim untuk mengucapkan selamat natal. Yang ada justru sebaliknya. Lihat misalkan dalam QS. Maryam [19]: 30-34.
Kedua, praktik atau tadisi ucapan selamat natal merupakan hal yang sudah lama membudaya bukan hanya di Indonesia, melainkan di Negara-negara Muslim (seperti Mesir, misalnya) bahkan ada sejak zaman Rasulullah. Tergambar ketika itu, saat Muadz bin Jabal hendak diutus ke Yaman, Rasulullah justru memberikan wejangan utama yakni agar berdakwah dengan senyuman dan membahagiakan orang lain, bukan malah membuat sengsara. Dengan begitu, seyogyanya ucapan selamat natal mesti dijadikan modal sebagai perekat dalam membangun tatanan kehidupan umat beragama yang harmonis.
Ketiga, ucapan selamat natal tidak ada relevansinya dengan pencampuradukan keyakinan atau sejenisnya. Sekali lagi saya tegaskan tidak ada sama sekali keterkaitannya, sebab, ucapan selamat natal lebih kepada ucapan tulus secara simbolik atas hari bahagia umat Kristen. Sebagaimana anjuran dalam Islam, membahagiakan orang lain merupakan ibadah yang pahalanya tiada kira.
Dengan fondasi ketiga argumen diatas, mengucapkan selamat natal sebagai ucapan kebahagiaan, maka tidak ada alasan lagi yang dapat melarang apalagi mengharamkan, karena justru Islam memuliakan dan mengutamakan tradisi tersebut.
            Baiklah, sekedar memperkuat kita coba baca kembali ayat dalam QS. Maryam [19]: 30-34; pertama, bahwa ayat ini secara tegas menyatakan bahwa Isa Al-Masih adalah hamba Tuhan sebagaimana Nabi Muhammad SAW yang dianugerahi Kitab dan Kenabian, bukan Tuhan itu sendiri. Ini jawaban atas kerancuan yang sering mengemuka, Nabi Isa Tuhan atau Nabi?. Senada dengan itu Imam Fakhr al-Din al-Razi berpendapat bahwa Isa Al-Masih adalah hamba Tuhan dan ayat ini menjawab kesimpangsiuran tentang kedudukan Isa Al-Masih. Kedua, Nabi Isa senantiasa diberkati Tuhan dimanapun berada dan diperintahkan shalat dan zakat (meski tentu ritualnya dapat saja berbeda dengan sekarang).
Ketiga, Nabi Isa diperintah agar berbakti kepada ibunya, Siti Masyam. Oleh karena itu dalam tradisi Kristen, Bunda Maria (Siti Maryam) mendapat kedudukan yang hormat pula. Pesan inipun yang juga ada dalam ajaran Islam, dimana menghormati dan berbakti kepada Ibu adalah sebuah keharusan. Keempat, ayat ini pula memberikan hikmah, bahwa Nabi Isa diturunkan ke muka bumi untuk tidak menjadi penguasa yang otoriter.
Kelima, adalah anjuran untuk mengucapkan selamat natal (hari kelahiran), hari kematian, dan hari dibangkitkan kembali oleh Tuhan. Kembali mengutip pendapat Imam Fakhr al-Din al-Razi, ini adalah bantahan atas mereka yang memfitnah Bunda Maria (dengan tuduhan) melahirkan Isa Al-Masih dari hasil perzinahan. Dengan demikian, mengucapkan selamat natal sesungguhnya sama dengan ketika Tuhan memberikan salam kepada Isa Al-Masih karena sebetulnya ia adalah utusan Allah yang mulia yang lahir dari rahim suci ibunya, Bunda Maria. Juga, ucapan selamat itu merupakan doa agar ia diberikan rasa aman dan tentram baik didunia maupun akhirat.
Jika sudah demikian, masihkah kita “keukeuh” dalam keterkungkungan dogmatisme yang amat akut itu?. Sebagai muslim pluralis, dimana sudah merupakan keharusan dalam menyongsong keberagaman agama (khususnya di tanah air), agar dengan keberagaman tersebut justru dapat dijadikan modal besar bagi kemajuan hubungan antar pemeluk agama menuju Indonesia yang penuh damai dan harmonis.
Jadi tidak dibenarkan jika dewasa ini masih ada (entah individu maupun lembaga keagamaan) yang memfatwakan haram terhadap ucapan selamat natal. Karena, sebagaimana telah saya jelaskan diatas, Tuhan sendiri mengucapkan selamat natal kepada Nabi Isa sebagai doa dan apresiasinya dalam menebar ajaran yang damai dalam melayani umatnya. Akhirnya, saya ucapkan “selamat natal 2011”, selamat berbahagia bagi umat Kristen. Wallahu’alam bi al-Shawab.

0 komentar:

Post a Comment