Home » » MENGAPA AGAMA PELACUR?

MENGAPA AGAMA PELACUR?


MENGAPA AGAMA PELACUR?

Judul                           : Agama Pelacur: Dramaturgi Transendental
Penulis                         : Prof. Dr. Nur Syam, M. Si
Cetakan                       : Pertama, 2011 (Edisi Khusus Komunitas)
Penerbit                       : LKiS, Yogyakarta
Jumlah Halaman          : 199 Halaman

Kesan apa yang ada dibenak Anda ketika mendengar kata pelacur? Jawaban dan ekspresi Anda pastinya beragam. Akan tetapi kalau saya duga, jawaban Anda atau masyarakat pada umumnya misalkan pelacur adalah manusia hina, terkutuk, dilaknat, tak pantas hidup, perusak moral, harus diberantas, dan simbolisasi negatif lainnya. Tak ayal, jika hampir di setiap waktu, razia demi razia, penggeledahan atau sidak ke tempat yang disinyalir menjadi tempat prostitusi marak dilakukan. Yang menarik, meskipun razia, penggeledahan, dan sidak terhadap pelaku prostitusi gencar dilakukan, seakan tidak meyurutkan para pekerja seks komersial (PKS) untuk terus beroperasi.
Bagi Anda yang di dalam pikir dan hatinya gelisah, apalagi kerap menyumpah serapah para pelacur, membaca buku “Agama Pelacur: Dramaturgi Transendental” karya Prof. Dr. Nur Syam, M. Si—mantan Rektor IAIN Sunan Ampel, Surabaya—ini menjadi perlu. Buku ini bisa dibilang merupakan karya monumental yang ditulis dengan perspektif kepedulian akan kemanusiaan mendalam terhadap pelacur.
Buku ini sangat menarik, selain karena kandungannya komprehenship dan sistematis, juga karena buku ini merupakan hasil riset akademik yang nyata atas dasar “memanusiakan manusia”, dengan setting lokalisasi sekitar Jagir Wonokromo, Moroseneng, dan Dolly di Surabaya. Buku ini dikemas ke dalam delapan bagian. Bagian pertama, Pendahuluan. Kedua, Agama Pelacur: Gender, Budaya, dan Seksualitas. Ketiga, Seksualitas Kaum Pinggiran: Tradisi, Ekonomi, dan Struktur Sosial. Keempat, Pelacuran di Surabaya. Kelima, Pelacur juga Manusia. Keenam, Agama Pelacur. Ketujuh, Dramaturgi Transendental: Memahami Agama Pelacur. Dan diakhiri kesimpulan dan refleksi, sebagai bagian kedelapan.
Sebagai karya bermutu akademik tinggi, buku ini menggunakan dramaturgi sebagai teori sosialnya. Adalah termasuk dalam kajian sosiologi sebagai disiplin ilmu yang yang bebas nilai sebagai usaha memahami segala tindakan sosial untuk mendapatkan penjelasan kausal mengenai pelaksanaan dan akibat-akibatnya. Dramaturgi ini tidak hanya menganalisa in order to motive (faktor internal). Hal ini didasarkan jika manusia memiliki wajah beragam dalam interaksi sosial sehingga akan dapat menampilkan performance yang beragam juga, yang tak cukup ditentukan in order to motive maupun because motive-nya (motif penyebab) Alfred Schutz. Dramaturgi lebih dari itu, dengan konsep aktual melalui apa yang ada di depan dan di belakang. Sehingga, meminjam istilah Erving Goofman, kita akan mendapatkan inspirasi dari pementasan teater yang berfungsi menjadi penjelas tindakan manusia. Selain itu, yang lebih subtantif, dengan dramaturgi kita akan mendapatkan pandangan tentang kehidupan sosial sebagai rentetan drama, sedari di belakang dan di depan pentas.
Dari analisis dramaturgi ini, penulisnya membubuhi transendental karena ia berkait kelindan dengan dimensi keimanan (agama). Buah dari analisis ini akan memberikan sebuah pemahaman yang empati terhadap pelacur dengan melihatnya dari sisi belakang dan depan. Dari sisi dimana pelacur berinteraksi dengan masyarakat di kehidupan sehari dan di kehidupan dalam dunia prostitusi. Karena tidak jarang, jika seorang pelacur melakukan tindak asusila itu atas dasar keterpaksaan bahkan perdagangan ilegal, sementara di saat yang sama tidak ada sama sekali sosok “pahlawan” yang bisa menyelamatkannya itu. Begitu juga, meskipun para pelacur melakukan praktik asusila, sisi kemanusiaan dan keimanan mereka tidak lantas ditinggalkan. Mereka tetap rajin menjalankan ibadah ritual dan sosial sebagaimana makhluk beragama pada umumnya. Penulis buku ini, telah apik membuktikannya. Lalu pertanyaannya adalah masihkah Anda “keukeuh” dengan sumpah serapah terhadap pelacur?
Akhirnya, saya sungguh berterimakasih atas hadirnya buku ini karena begitu sarat akan pencerahan dan penggugahan. Bagi yang belum membacanya, memiliki buku ini, menjadi wajib. Wallahu ‘alam bi al-Shawab.

0 komentar:

Post a Comment