ISLAM BICARA SOAL JODOH
Oleh: Mamang M. Haerudin
Awal mula niatan menulis ini, saya terinspirasi
sekurangnya oleh beberapa hal berikut ini. Pertama, teman laki-laki
saya yang telah berulang kali berpacaran dan berhasil “memakai” pasangannya. Kedua,
banyak bertebaran status-status di facebook, yang bernada galau dan mendambakan
jodohnya. Ketiga, banyak di antara teman perempuan muda saya, yang
kerap diputus cinta oleh pacarnya, dengan alasan yang beragam dan di saat yang
sama, ia sakit hati lantaran telah “dicolek” atau “dipakai” oleh pacarnya. Keempat,
banyak menemukan kasus perempuan yang “mengemis” kepada pacarnya agar tidak
diputus. Kelima, akibat dari pacaran yang kebablasan, berakibat hamil
di luar nikah. Keenam, tak jarang ada pihak yang mengharamkan pacaran.
Ketujuh, seseorang yang pacaran secara sembunyi-sembunyi karena takut
dicemooh sebagai sosok yang tidak islami. Kedelapan, seseorang yang
kuat atas komitmennya, untuk tidak berpacaran sebelum ia menikah, lantaran
takut terjerumus, dan di saat yang sama bukan lantaran ia tidak “laku”. Agak
banyak memang inspirasinya. Nah, saya rasa jika di antara khalayak ada yang
merasa demikian, membaca tulisan ini menjadi alternatif yang—semoga—baik.
Di awal, saya ingin membenarkan sekaligus
membuktikan bahwa manusia adalah makhluk yang dianugerahi rasa cinta. Sebab,
cinta itu adalah fitrah. Oleh karena ia fitrah, maka rasa cinta pasti akan
menghinggapi siapapun itu orangnya. Bahkan para ulama pun (terutama ulama sufi)
bisa dibuat mabuk kepayang lantaran rasa cintanya yang begitu akut, meskipun
cintanya berlabuh kepada Allah. Namun demikian, yang harus menjadi
perhatian adalah bagaimana kita dapat mengelola rasa cinta itu dengan baik dan
terarah. Jelas, hal ini menjadi penting agar cinta yang bersemai di dalam diri
kita tidak malah membawa petaka. Maka di sini, saya akan menoba menggali
khazanah tentang sejauh mana Islam membicarakan soal cinta dan jodoh.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, jodoh
diartikan sebagai: orang yang cocok menjadi suami atau istri; pasangan hidup;
dan imbangan. Dalam al-Qur’an disebutkan: “Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian isteri-isteri dari diri kalian
sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya
di antara kalian rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS Ar-Rum [30]
: 21). Dalam ayat ini, secara eksplisit Allah Swt hanya menciptakan manusia
berpasang-pasangan dengan; memperkenankan laki-laki mencari jodoh perempuannya
atau sebaliknya. Karenanya, akan sulit dicari tentang dalil yang secara jelas
menunjukkan perkenan Allah tentang pacaran.
Saya sendiri merasa kesulitan untuk kemudian
mendefinisikan arti pacaran. Hal ini disebabkan, bisa jadi karena orang akan
mendefinisikan pacaran dengan beragam sesuai kemauan dan kepentingannya
masing-masing. Meskipun begitu, saya akan mencoba menginventarisir
indikasi-indikasi yang kemudian bisa mengantarkan seseorang dianggap pacaran.
Menurut saya, pacaran dengan definisnya yang sederhana, yakni, jalinan
(hubungan) antara laki-laki dan perempuan atas kehendak suka sama suka dan
cinta, untuk mengikatkan satu sama lain tentang arti kesetiaan dan kasih
sayang. Lepas dari itu, khalayak boleh saja kurang setuju atau tidak sekali
terhadap ikhtiar saya dalam mendefinisikan arti pacaran.
Dan sungguh, di saat yang sama, saya sangat
kesulitan mendapatkan satu jalinan cinta (pacaran) yang dilakukan secara sehat
dan sesuai dengan tuntunan Islam. Misalnya, pacaran yang tidak dngan sering
smsan, tidak sering telpon-telponan, tidak pegang-pegangan tangan, tidak sering
bertemu, tidak sering jalan berdua, tidak sering mojok berdua, dan
lain sebagainya. Karena yang ada adalah sebaliknya; atau bahkan hingga
melakukan hal yang tidak dibenarkan Islam; zina (seks bebas). Naudzubillah.
Saya sendiri memang—sama sekali—belum pernah
berpacaran, akan tetapi setidaknya saya bisa mengetahuinya lewat cerita-cerita
seorang tentang pengalaman seseorang ketika ia berpacaran, atau kadang saya
melihat dengan kepala mata sendiri, satu adegan, dimana dua sejoli sedang
bercengkarama dimabuk asmara, penuh tabur tawa dan canda, bahkan—yang paling
ironis—beberapa kali melihat sepasang kekasih muda bermesraan, berpelukan,
bahkan (maaf) berciuman di warung internet (warnet) tanpa malu sedikitpun.
Sungguh, hal demikian seperti sudah membudaya. Budaya yang tidak sehat dan
membahayakan masa depan generasi muda. Padahal, memandang perempuan (atau
sebaliknya) dengan syahwat saja tidak diperkenankan. “Katakanlah
kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan
memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS An Nuur,
[24] :30). Dan juga “Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina
itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al
Israa, [17]: 32)
Di luar perilaku biadab di atas, ada juga orang
yang—seakan-akan—sulit mendapatkan jodoh, lantaran jodoh yang
ditunggu-tunggunya tak kunjung datang. Ia sudah berdo’a dan beriktiar sekuat
tenaga untuk mengelola rasa cinta dan hawa nafsu agar baik dan terarah. Ia
sudah menghindari untuk tidak bergaul dengan sembarang teman. Ia tidak mengikuti
budaya pacaran tidak sehat. Ia sudah mencari saran ke banyak orang. Namun satu
kesimpulan, sang jodoh belum juga datang menghampirinya. Mendapati itu,
ketahuilah jika hal ini lebih baik ketimbang kasus di atas, jika kita
bandingkan. Dan, tetaplah bersabar, karena Allah bersama orang yang bersabar.
Maka muncullah beberapa pertanyaan; Bagaimana
cara mencari jodoh yang sesuai dengan tuntunan Islam? Bagaimana cara mengetahui
jodoh yang baik untuk kita? Bagaimana cara agar kita tidak terjebak pada zina
dan seks bebas? Bagaimana cara kita agar dapat mengelola cinta dan hawa nafsu,
sehingga baik dan terarah? Dan mungkin masih banyak pertanyaan lainnya yang
serupa.
Sahabat-sahabat saya yang terpuji akhlak dan
hatinya. Ingat bahwa jodoh ada ditangan Allah Swt, meskipun memang bukan untuk
menjadikan kita berpangku tangan dan tidak berikhtiar untuk menjemputnya, sebab
mana mungkin jodoh kita itu akan berada digenggaman tangan, tanpa diikhtiarkan
oleh kita. Karenannya, di bawah ini, ada beberapa ikhtiar yang bisa dilakukan
di antaranya sebagai berikut; Pertama, berdo’a. sebagaimana tertera
dalam (QS.Al-Furqon [25]: 74): "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada
kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (Kami), dan
jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”. Ya, teruslah berdo’a
tanpa lelah. Boleh jadi keluhanmu atas do’a dan ikhtiar yang hingga sekarang
belum mewujud, bukan hal mustahil jika jodoh itu akan datang besok hari.
Kedua, teruslah berbuat baik. Beberapa
di antaranya, bermurah senyum, bertutur lembut, bersedekah, menyayangi yang
lebih muda dan menghormati yang lebih tua, dan masih banyak lagi. Ingat karena,
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang
keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik
adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk
wanita-wanita yang baik (pula). mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang
dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia
(surga).” (QS. An-Nur [24] : 26).
Ketiga, meng-istiqamah-kan
shalat istikharah. Dan, istiqamah-kan pula do’anya: ““Ya Allah, dengan
ilmu-Mu, aku memohon kepada-Mu pilihan terbaik bagiku. Dengan takdir-Mu, aku
memohon kepada-Mu kemampuan dan kekuatan. Aku juga memohon anugerah-Mu yang
agung. Sesungguhnya Engkau yang Mahakuasa, dan aku tidaklah berdaya. Engkau
yang Mahatahu, semetara aku tidak tahu. Engkau Maha Mengetahui segala yang
gaib. Ya Allah, jika Engkau telah mengetahui bahwa perkara ini baik bagi
diriku, agamaku, kehidupanku, dan pada akhir urusan di dunia maupun di akhirat,
takdirkanlah perkara ini untukku. Mudahkanlah, kemudian berkahilah diriku dalam
perkara ini. Jika Engkau telah mengetahui bahwa perkara ini buruk bagiku,
agamaku, kehidupanku, dan pada akhir urusanku di dunia maupun di akhirat,
jauhkanlah perkara ini dariku. Takdirkanlah bagiku sesuatu yang baik, di mana
pun berada, kemudian ridlailah diriku”.
Keempat, mintalah saran dan pendapat
dari orang tua. Karena, ridhanya Allah bergantung pada ridhanya orang tua,
murkanya Allah bergantung pada murkanya orang tua. Jangan sampai kita berjodoh
dan menikah dengan orang yang keliru, apalagi tidak direstui oleh orang tua.
Maka, sekali lagi, menjalin komunikasi yang baik dengan orang tua harus menjadi
prioritas.
Kelimat, pilihlah jodoh dengan kriteria;
agama, nasab, finansial, dan parasnya. Seseorang yang dengan kriteria seperti
ini memang banyak, namun begitu kita tidak boleh terpedaya oleh hal itu semua.
Jadi, cukuplah pilih agamanya, jika nasab, finansial, dan parasnya terlalu atau
malah menyulitkan. Dan yang sangat penting, selain dari keempat kriteria itu
adalah “orang yang mau menerimamu apa adanya”. Jika, sudah yakin, bismillah,
jalani dengan penuh tawakal. "Sesungguhnya Allah Swt tidak melihat
pada bentuk - bentuk (lahiriah) dan harta kekayaanmu, tapi Dia melihat pada
hati dan amalmu sekalian.", begitu kata hadits sebagaimana
diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Satu hal yang juga tidak kalah penting adalah
tentang beberapa tanda bahwa seseorang tersebut adalah jodoh yang terbaik bagi
kita. Adalah—wallahu ‘alam—mungkin ini yang disebut dengan pacaran
yang sehat dan sesuai dengan tuntunan Islam. Pertama, jika kita
melihat parasnya dalam sekejap, pandangan mata seakan ingin terus tertunduk
malu, lantaran cahaya tulusnya begitu mencerahkan pikir dan hati. Kedua,
rasa takut akan dosa dan maksiat seakan menjadi pengingat tersendiri, jika kita
bersamanya. Ketiga, tak ada istilah pegang-pegangan tangan, jalan
berdua, mojok berdua, (maaf) berciuman, apalagi berbuat zina. Keempat,
setiap tutur dan akhlak lainnya mengandung magma motivasi yang dahsyat, yang
dapat mengantarkan keduanya semakin mendekatkan diri kepada Allah, agar
terlindungi dari segala hal yang menjerumuskan kepada keburukan. Insya Allah
ini beberapa hal ini adalah tanda jika dia adalah jodoh yang baik untukmu.
Kemudian soal jodoh laki-laki yang baik untuk
perempuan yang baik ataupun sebaliknya, selain karena hal ini logis, juga
karena hal ini telah digariskan oleh al-Qur’an tuntunannya. Dengan ketentuan
semacam ini, terkadang hal ini menyulut emosi bagi sebagian orang, dengan nada
mempertanyakan; “Mengapa jodoh laki-laki yang baik untuk perempuan yang baik?
Lalu, bagaimana nasib orang yang buruk? Apakah tidak sebaiknya orang baik itu
berjodoh dengan yang buruk, agar keburukannya bisa dirubah menjadi kebaikan?.
Tidak mudah memang menjawab serentetan pertanyaan ini. Dan, wallahu ‘alam,
hanya Allah yang tahu secara pasti jawabannya. Hanya saja untuk sekedar
menjawab, saya punya pandangan bahwa bukan satu hal yang mustahil bagi Allah
jika orang yang baik berjodoh dengan orang buruk. Atau bisa jadi, seseorang
yang tadinya buruk, tetapi setelah ia bertemu dengan jodohnya ia sadar dan
diberikan hidayah oleh Allah untuk menjadi baik. Bisa juga, hal ini merupakan
pengingat kepada kita, bagi yang masih buruk akhlaknya, untuk bisa memperbaiki
keburukannya itu dan merubahnya melalui taubat dengan sungguh-sungguh dan kebaikan,
sebelum beranjak kepada pernikahan, atau juga mumpung ruh kita belum dicabut
dengan kematian.
Demikian, mudah-mudahan tulisan sederhana ini
bisa menginspirasi dan menjawab kegalauan sahabat-sahabat muda yang kerap
dirundung rasa khawatir untuk tidak kebagian jodoh. Atau sebagai bentuk
pertaubatan bagi siapa saja yang telah melakukan hal yang bertentangan dengan
tuntunan Islam, agar kembali ke jalan yang diridhai Allah. Semoga
sahabat-sahabat semua dipertemukan dengan jodoh terbaiknya masing-masing.
0 komentar:
Post a Comment