PUASA
DAN PENGUATAN HAK KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA
Oleh;
Mamang M. Haerudin
Kita
patut bersyukur, karena hingga kini, kita masih bisa menikmati indahnya bulan
yang begitu dirindukan, bulan yang jumpanya senantiasa tetap kita nantikan
untuk tahun-tahun ke depan. Ya, tidak lain bulan itu adalah bulan Ramadhan.
Beruntunglah bagi kita yang masih bisa menyelami indahnya lautan Ramadhan. Oleh
karena itu, anggap saja tulisan ini sebagai salah satu ikhtiar saya untuk ngalap
berkah atas indahnya Ramadhan itu, bulan yang bukan hanya penuh berkah,
melainkan pula penuh maghfirah. Terlihat jelas oleh kita, betapa suasana gegap
gempita begitu menggelora hanya untuk menghormati dan mengkhidmati datangnya
Ramadhan. Sekian banyak umat Muslim—tak terkecuali Muslim di
Indonesia—berbondong-bondong dan beramai-ramai menyemarakkan Ramadhan dengan
pelbagai macam ritual. Fenomena semarak Ramadhan ini telah menyeruak ke segala
rupa dan tradisi. Maka sungguh, hal itu sudah membudaya bagi bangsa kita, mulai
dari tradisi bertadarus, berbagi ta’jil, bersedekah, ngabuburit
sampai ngobrog, dan mungkin masih banyak lagi, yang telah melaksana
berabad lama.
Oleh
karena itu, mumpung masa dalam sebulan ini masih berjalan, melakukan pengukuhan
niat, peningkatan ibadah vertikal-sosial, dan ikhtiar-ikhtiar sungguh lainnya
mesti kita tata, mesti kita evaluasi kembali dengan seksama agar kita tidak
mendulang petaka dan dosa. Melainkan justru mendulang berkah dan pahala.
Sehat,
merupakan satu istilah yang asalnya dari bahasa Arab; shihhah. Kata ini
merupakan bentuk mashdar dari kata kerja shahha, yashihhu,
shihhah, yang artinya hilangnya penyakit dalam tubuh atau telepas dari
segala cacat. Namun secara kontekstual, sehat di sini tak hanya bermakna sehat
secara fisik, melainkan juga ia mencakup dan bermakna sehat secara mental,
jiwa, dan spiritual.
Perhatian
dan tuntunan Islam terhadap segala macam persoalan hidup manusia dapat dikatakan
sempurna. Hal ini karena berkesuaian dengan salah satu misi teragung dalam
Islam; rahmatan lil’alamin. Sebagai agama yang punya sejuta inspirasi
tentang makna kasih sayang (rahmah), kepada sekalian alam, tanpa pandang
bulu. Termasuk dalam kategori rahmah, adalah peduli terhadap kesehatan.
Peduli terhadap kesehatan jiwa-raga sendiri, orang lain, dan lingkungan
sekitar.
Menjadikan
jiwa-raga sehat adalah salah satu hikmah dan manfaat yang dapat kita petik dari
puasa. Hikmah dan manfaat ini dapat kita renungkan dalam salah satu hadits Nabi
Saw yang menyatakan: “Berperanglah, kalian akan mendapatkan ghanimah.
Puasalah, kalian akan sehat. Dan bepergianlah, kalian akan merasa cukup“.
Sehat secara fisik dan psikis, sehat secara jiwa dan raga. Jadi, kita harus kritis
dan mempertanyakannya kepada diri kita masing-masing, apakah selama lebih dari
dua pekan ini, kualitas puasa kita berimbas baik pada jiwa-raga kita atau malah
sebaliknya, buruk. Tentu saja, anda bisa menjawabnya sendiri. Tetapi satu hal
yang patut diingat, jika ternyata puasa yang selama ini kita jalani tidak
memberikan efek baik bagi jiwa-raga kita, satu indikasi bahwa kualitas puasa
kita belum sehat (baik). Sehingga, oleh karena itu, menata ulang niat dan
kualitas puasa kita menjadi seyogia. Indikator penjelasnya bisa lebih
dispesifikkan misalnya, mengenai kualitas niat dan itikad kita terhadap puasa,
yang hanya [tidak kurang] sebagai pemindahan jadwal makan dan minum ke waktu
sahur dan buka, atau malah diikuti dengan niatan “balas dendam” dan seterusnya.
Salah
satu isu kesehatan dalam kurun waktu belakangan, yang kerap meyisakan anomali
dan deviasi adalah mengenai kesehatan reproduksi remaja. Seperti kita ketahui,
remaja merupakan regenerasi bangsa. Masa remaja adalah satu fase kehidupan
manusia, dimana ia sedang dalam masa transisi dari masa anak-anak menuju
dewasa. Masa dimana di sana identik dengan mencari jati diri, penuh dengan
kegalauan dan kebimbangan. Dengan ini, masa remaja merupakan masa yang sangat
vital, sekaligus rentan, apalagi jika tidak terarahkan dengan baik. Selain
peran orang tua secara signifikan dibutuhkan, memberikan pemahaman (pendidikan)
kesehatan reproduksi kepada remaja itu sendiri juga harus menjadi prioritas.
Beberapa
anomali dan deviasi yang kerap mengerubuti di sekeliling kehidupan dan
kesehatan reproduksi remaja adalah soal pergaulan bebas, seks bebas, HIV/AIDS,
hamil di luar nikah, minum-minuman keras, penyalahgunaan narkoba, tawuran antar
pelajar dan lain sebagainya. Bukan karena apa, selain fenomena destruktif itu
bukan cermin kultur bangsa kita, juga sangat jauh dengan nilai-nilai agama,
Islam, yang sangat kita imani itu. Sungguh, fenomena tersebut merupakan wujud
perilaku yang tidak sehat. Termasuk ke dalam hal yang juga harus mendapatkan
perhatian serius dalam lingkup kesetan reproduksi adalah soal khitan perempuan,
menikah usia dini, haidl, mimpi basah, dan lain-lain. Padahal apa yang kurang
dengan Islam, setiap hari kita dianjurkan menguntaikan do’a “Rabbana atina
fi al-Dunya hasanah wa fi al-Akhirati hasanah wa qina ‘adzaba al-Nar” (Ya
Tuhan kami, berilah kami kebaikan (kesehatan) di dunia dan kebaikan (kesehatan)
di akhirat dan periharalah kami dari siksa neraka”. Karena mengapa? Karena “Mukmin
yang kuat (sehat) adalah lebih baik dan lebih dicintai daripada mukmin yang
lemah (sakit)”, begitu kata Nabi Muhammad Saw dalam salah satu
sabdanya yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Perhatian
Islam terhadap hal ini juga termaktub dalam salah satu sabda Nabi Saw yang
lain, yang menyatakan tentang larangan bagi siapapun (terutama remaja) untuk
tidak berdua-duaan di tempat yang sepi, tanpa ada mahram. Dari Abdullah
bin Abbas ra. Bahwa beliau mendengar baginda Nabi Saw berkhutbah dan berkata: “Jangan
sekali-kali seorang laki-laki berdua-duaan dengan seorang perempuan di tempat
sepi, kecuali ada mahram baginya (perempuan)”. (HR. al-Bukhari). Dan yang
kemudian lebih ditegaskan lagi oleh ayat dalam QS. al-Isra [17]: 32: “Dan
janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan yang keji dan
suatu jalan yang buruk”.
Untuk
memperkuat pemahaman kita terhdap hak kesehatan reproduksi, berikut saya
kemukakan definisi kesehatan reproduksi, sebagaimana mengacu pada Chapter (Nan)
VII dari Plan of Action hasil ICDP 1994, ia didefinisikan sebagai; keadaan
fisik, mental, kelayakan sosial secara menyeluruh, dalam segala hal yang
berhubungan dengan sistem reproduksi berikut fungsi-fungsi dan
proses-prosesnya. Pengertian inilah yang kemudian akan mengantarkan kita kepada
pemahaman tentang pelbagai macam hak-hak kesehatan reproduksi remaja (untuk
dewasa kelak), khususnya perempuan, yang juga mesti dipahami oleh laki-laki.
Yakni, sekurangnya ia melingkup pada soal; khitan perempuan, hak menikmati
hubungan seksual, hak menolak hubungan seksual, hak menolak kehamilan, hak
menggugurkan kehamilan (aborsi), dan lainnya.
Karena
itu saya berharap, melalui momentum baik ini, momentum dimana kita ditempa
untuk senantisa isitiqamah terhadap nilai-nilai puasa untuk kemudian bisa kita
aplikasikan biarpun masa sebulan Ramadhan telah berakhir. Untuk terus menuju
pencapaian predikat “takwa”. Karena itu saya sangat yakin, jika salah satu
indikator seseorang dekat dengan takwa adalah ia yang baik menjaga dan memenuhi
hak kesehatan reproduksinya dengan baik kepada remaja, terutama perempuan, dan
di saat yang sama hal ini dipahami oleh laki-laki.
Maka
langkah-langkah yang dapat diambil dalam rangka memenuhi dan penguatan hak
kesehatan reproduksi bagi remaja, seluruh elemen masyarakat wajib berpasrtisipasi,
untuk secara integratif dan sinergis mencanangkan nota kesepahaman untuk
pemenuhan dan pendidikan hak kesehatan reproduksi. Pertama, tugas untuk
pemerintah (pusat dan daerah), sebagai pemegang kendali dan regulasi, harus
senantiasa konsisten dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat dalam pemenuhan
hak kesehatan reproduksi melalui pelayanan akses informasi dan kesehatan gratis
lagi mudah. Kedua, tugas untuk lembaga pendidikan formal (maupun
non-formal) dan keagamaan, untuk senantiasa mendukung program pemerintah
melalui penguatan-penguatan. Bagi lembaga pendidikan formal, ikhtiar ini bisa
diwujudkan dengan merancang kurikulum tentang pendidikan kesehatan reproduksi.
Sedangkan bagi lembaga keagamaan, terus mendakwahkan hidup secara sehat yang
diperkuat dengan tuntunan agama. Ketiga, untuk Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) harus terus secara sigap mengawasi kinerja pemerintah dalam
memenuhi amanat regulasi, agar terhindar dari manipulasi dan KKN. Keempat,
untuk masyarakat itu sendiri (terutama, dalam konteks ini keluarga dan remaja)
harus proaktif memenuhi anjuran program baik dari pemerintah, LSM, maupun
lembaga pendidikan dan keagamaan.
Akhirnya,
saya mengajak mari kita terus berikhtiar dan berdo’a agar puasa dan cita-cita
mewujudkan regenerasi (masyarakat) yang sehat reproduksinya bisa terlaksana
dengan segera. Semoga di sisa bulan Ramadhan ini kita tetap bisa beristiqamah
untuk beribadah vertikal maupun horizontal sampai nanti kita berjumpa kembali
di tahun Ramadhan mendatang dan begitu seterusnya hingga ajal menjelang, kita
tetap dalam keadaan istiqamah dan husnul khatimah. Dan, semoga atas sehatnya
kualitas puasa kita dapat berimbas baik kepada masyarakat Indonesia yang sehat
juga; yakni mencapai baldatun thayyibun wa rabbun ghafur. Amin.
Demikian. Wallahu ‘alam bi al-Shawab.
0 komentar:
Post a Comment