Home » » Kekuatan Perempuan

Kekuatan Perempuan

Kekuatan Perempuan

Bu Ami kini bisa agak bernafas lega. Dua dari ketiga anaknya yang relatif masih kecil, sudah mulai pulih dari sakitnya. Suaminya, Pak Andre, juga sudah mulai sumringah berangkat kerja di tempatnya yang baru, setelah beberapa bulan menganggur karena difitnah, lalu dikeluarkan dari tempat kerjanya.

Kenyataan hidup Bu Ami dan Pak Andre seperti di atas, itu hanya simpul sederhana dari rumitnya persoalan hidup yang terus mendera keduanya.

Bu Ami adalah sosok istri yang begitu ulet, perhatian, dan kreatif. Ia punya sikap hidup demikian, adalah demi kelangsungan bahtera hidup yang sedang ia bangun itu.

Pak Andre memang sudah bekerja dan berpenghasilan, tetapi untuk memenuhi kebutuhan hidup sekeluarga rasa-rasanya masih jauh dari cukup. Untuk itulah, berbekal dari hobinya sejak muda, Bu Ami berjualan jlbab dan aksesoris lainnya, demi untuk menopang kekurangan biaya hidup di keluarganya.

Pagi-pagi sejak pukul 02.30 dini hari, Bu Ami sudah bangun, ia harus bergegas mendirikan shalat malam. Ya, shalat malam, ia harus selalu rutin mendirikan shalat malam untuk bermunajat kepada Allah demi keterutuhan keluarga; suami dan anak-anaknya.

Pukul 03.00, Bu Ami mulai beranjak ke dapur, mengerjakan rutinitas di dapur. Mulai dari cuci piring, cuci pakian, masak, nyapu, ngepel, dan lai-lain. Baru kemudian, ia membangunkan suaminya, saat kumandang adzan Shubuh terdengar. Terus berlanjut membangunkan ketiga anaknya yang masih sekolah di tingkat dasar dan TK. Kebiasaan bangun pagi ini sedini mungkin ia terapkan pada anak-anaknya, agar kelak dewasa sudah terbiasa dengan hidup teratur.

Sarapan di meja makan sudah siap. Semua anggota keluarganya sudah berkumpul di meja sarapan. Barulah suaminya berangkat, dan baru disusul kedua anaknya. Sementara Bu Ami dan si kecil; Tia berangkat belakangan ke TK.

Di TK, tempat si kecil Tia bersekolah, Bu Ami kembali menggelar jualan jilbab dan aksesoris lainnya. Alhamdulillah, pelanggannya kian hari kian bertambah; laris.

Namun entah kenapa, saat hari mulai petang, suaminya pulang ke rumah dengan wajah sayu dan lusuh. Setelah dirunut, ternyata Pak Andre dikeluarkan dari tempat kerjanya. Usut punya usut Pak Andre difitnah karyawannya, melakukan ‘korupsi’, padahal jumlahnya–kalau pun iya betul korupsi–tidak terlalu besar.

Petang itu Pak Andre tampak kesal, padahal alasan logis sudah ia jelaskan. Namun tak tahu apa sebabya, mau tak mau Pak Andre tetap dikeluarkan dengan tuduhan tidak amanah.
Bu Ami tetap tampak tenang dan ramah. Ia tetap memotivasi suaminya untuk bersabar dan ikhlas. “Ya sudah Pak, kita harus sabar dan ikhlaskan semua urusan ini kepada Allah”, ujar Bu Ami sambil memeluk Pak Andre. “Maafkan Bapak ya Bu, Bapak sudah mencoreng nama baik keluarga kita”, sekali lagi maafkan Bapak”, ucap Pak Andre dengan rintik air mata sedihnya.

“Bu, Ibu percayakan kan sama Bapak? Demi Allah Bu, sedikitpun Bapak tidak melakukan tindakan bodoh itu. Bapak sudah jelaskan semua kronologis dana itu digunakan”, jelas Pak Andre saat itu juga. “Iya Pak, Ibu amat percaya sama Bapak, Ibu tahu karakter Bapak, Ibu percaya bahwa Bapak tidak melakukan tindak tercela itu”, ucap Bu Ami, meyakinkan. Tamat.

Begitulah barang kali, satu jalinan biduk rumah tangga yang kerap dijumpai pasangan suami istri. Kisah teladan Bu Ami dan Pak Andre, barang kali bisa memberikan pencerahan pada kita. Betapa bangunan rumah tangga itu mudah roboh, kalau fondasi keduanya tidak kokoh.
Respon motivatif dari Bu Ami saat Pak Andre diterpa masalah, adalah pilihan terbaik untuk kelangsungan rumah tangganya. Selain itu, kerativitas Bu Ami, dalam mengembangkan hobinya dengan berjualan jilbab dan aksesorisnya, patut dicontoh. Imbasnya, keuangan keluarga masih bisa tertangani, betapapun sang suami dikeluarkan dari tempat kerjanya.

Malah, seharusnya suami harus lebih punya kepedulian akan beratnya mengurus rumah tangga. Jadilah sosok suami yang tidak gengsian untuk membantu istrinya di dapur, membantu istrinya cuci piring atau pekerjaan sejenisnya. Kita bisa bayangkan, betapa tugas Bu Ami sehari-hari begitu berat. Di dalam rumah ia bekerja, di luar rumah pun demikian.
Semoga kita termasuk sosok-sosok hamba yang demikian. Sosok laki-laki yang punya akhlak untuk memuliakan perempuan. Meringankan beban istri dalam kehidupan keluarga. Demikian juga, para perempuan atau istri, semakin dikuatkan pikiran dan hatinya dalam menyikapi apapun persoalan hidup. Aamiin. :)

0 komentar:

Post a Comment