Home » » Memilih Santun: Menyikapi Islam Keras Vs LAdy Gaga

Memilih Santun: Menyikapi Islam Keras Vs LAdy Gaga


MEMILIH SANTUN:
MENYIKAPI ISLAM KERAS VS LADY GAGA

I
Pada Rabu, 23 Mei 2012 saya diundang untuk hadir dalam sebuah seminar bertajuk “Media, Kekerasan, dan Citra Islam”. Alasan mengapa kemudian saya hadir dalam seminar itu adalah karena memang pada hari itu, nyaris sedang tak disibukkan pelbagai aktivitas. Dan selain itu, tak saya pungkiri, sebagaimana terlihat jelas dalam salah satu spanduk, menginformasikan bahwa salah satu narasumbernya adalah Muhammad Al-Khaththath (seorang sekertaris jenderal Forum Umat Islam [FUI]), yang dalam sangka saya, sosok narasumber ini tergolong Islam keras. Pertanyaan yang cepat membenak ketika itu, dengan sebab apa seorang penganut Islam keras membicarakan kekerasan? Terus terang, saya jadi penasaran.
Saat saya datang ke lokasi acara, kursi-kursi di gedung salah satu organisasi kepemudaan yang ada di Kota Cirebon, sudah lumayan penuh. Benar saja, rasa penasaran itu semakin menjadi, tatkala begitu saya masuk gedung, hampir 80% peserta dipenuhi oleh orang-orang berjubah dan berjenggot, yakni kelompok Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Jama’ah Anshorut Tauhid (JAT), Gerakan Anti Pemurtadan dan Aliran Sesat (GAPAS), Gerakan Islam Reformis (GARIS) dan sejumlah ormas keras lainnya. Meski sedikit agak kaget, saya tetap memutuskan untuk masuk, dan duduk di barisan empat dari kursi paling depan. Dan, Muhammad Al-Khaththath—yang diembeli “Kiai Haji” oleh panitia—benar-benar hadir, yang menjadi narasumber pertama dan utama, diantara dua narasumbernya yang lain.
Tak disangka sebelumnya, karena ternnyata dari awal hingga akhir pemaparan, kandungan materi yang disampaikan begitu penuh dengan nada keras dan kebencian. Bahkan, bisa saya simpulkan bahwa sebetulnya materi itu tak lebih sedang menghujat artis luar negeri yang akan manggung di Indonesia, Lady Gaga. Al-Khaththath selalu mengaitkan Lady Gaga sebagai salah satu bentuk penjajahan Yahudi terhadap umat Islam di Indonesia. Hujatan demi hujatan bergemuruh dengan orasi takbir yang sering menggema di sela-sela pembicaraan. Ya, gema “Allahu Akbar” begitu menggemuruhkan seisi gedung atas komando narasumber itu sendiri. Dan dalam hemat saya, sampailah pada kesimpulan bahwa seminar pada saat itu sebetulnya adalah seminar untuk memprovokasi warga Cirebon dalam upaya menghujat dan menolak konser Lady Gaga.

II
            Memang benar, kalau kita mencermati berita-berita aktual di pelbagai media, kontroversi konser Lady Gaga di Indonesia, adalah salah satu pemberitaan yang begitu mendapat perhatian lumayan serius oleh seantero masyarakat Indonesia. Hal ini ditandai dengan hangatnya pembicaraan di pelbagai forum-forum diskusi dan  maraknya aksi penolakan sebagian pihak terhadap kedatangan Lady Gaga itu.
            Saya sendiri akhirnya merasa terpanggil untuk mengambil bagian dari pihak yang ingin sedikit memberikan pandangan terhadap fenomena tersebut. Namun perlu diketahui sebelumnya, saya menganggap, saya sedang tak berada dalam posisi yang punya kepentingan, baik itu sebagai pihak yang punya hajat, penggemar Lady Gaga, apalagi bagian dari kelompok Islam keras. Sekali lagi, saya bukan termasuk orang yang punya hajat, bukan termasuk penggemar Lady Gaga, dan bukan termasuk kelompok Islam keras.
Akan tetapi di saat yang bersamaan, sebagaimana saya kemukakan dimuka, bahwa saya merasa terpanggil bukan hanya karena Islam—sebagai agama yang saya yakini kebenarannya—punya seperangkat nilai dalam menyikapi setiap apapun problematikanya, tetapi juga keterpanggilan saya dalam menjaga keutuhan dan integritas sebagai warga NKRI yang senantiasa punya spirit nasionalisme.
Islam dalam pandangan saya, adalah agama yang tidak pernah melarang seorang laki-laki maupun perempuan mengekspresikan talentanya, menyanyi. Hemat kata, Islam senantisa membolehkan bahkan menganjurkan siapapun untuk bernyanyi atau bentuk ekspresi lainnya selama untuk hal-hal yang positif dan bermanfaat. Karena sebagaimana mengutip pandanganya Prof. Dr. M. Quraish Shihab bahwa, musik adalah nada atau suara yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung irama, lagu, dan keharmonisan. Musik telah lama dikenal manusia dan digunakan untuk berbagai keperluan selain hiburan, seperti pengobatan, mengobarkan semangat, bahkan menidurkan bayi.
Para ulama sufi seperti Imam Abu al-Qasim al-Junaid, Ibnu Mujahid, Imam al-Ghazali, dan lainnya adalah ulama yang membolehkan dan menganjurkan dengan tegas untuk menyanyi atau bermusik karena dapat menimbulkan dampak positif, tentang makna keharmonisan dan kelembutan. Bahkan, Imam Al-Ghazali menyatakan bahwa nyanyian dapat menimbulkan ekstase, satu kondisi dimana amat merasakan kedamaian dan kekhusyuan yang dapat menimbulkan diri hingga tak tersadarkan.
Untuk memperkuat hal ini, Nabi Muhammad Saw bersabda, sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, dan Ibnu Majah: “Rasulullah Saw masuk ke rumah dan ketika itu ada dua orang budak perempuan sedang menyanyikan nyanyian peperangan Bua’ts. Maka, Rasulullah pergi berbaring di kasur dan mengalihkan wajah beliau. (Tidak lama kemudian) masuk Abu Bakar dan menghardikku sambil berkata: “Seruling setan di sisi Rasulullah?” Maka, Nabi Saw menghadapkan wajahnya kepada Abu Bakar dan bersabda: “Biarkan keduanya (menyanyi)”. Ketika beliau terlena, aku memberi isyarat kepada keduanya. Maka, kedua (penyanyi itu) keluar”.
Hadits ini begitu relevan dan kontekstual jika kita erat kaitkan dengan fenomena Lady Gaga yang sedang mendera publik Indonesia saat ini. Sikap dan perilaku santun benar-benar dibuktikan dan diteladankan oleh Nabi Saw lewat hadits ini. Dapat dicermati, meskipun Abu Bakar dengan tegas menyatakan ketidaksukaannya—terhadap seorang penyanyi perempuan dan nyanyiannya, bahkan sampai dinyatakan mengandung seruling setan—Nabi Saw sama sekali tetap tak menunjukkan sikap keras terhadap perempuan itu. Yang ada justru Nabi Saw membiarkan perempuan itu untuk terus bernyanyi. Meski di saat yang bersamaan Nabi Saw lebih memilih untuk berbaring di kasur dan mengalihkan wajahnya. Akan tetapi penting untuk digaris bawahi, bahwa sikapnya itu tetap dilakukan dengan santun. Dan, sama sekali tidak menunjukkan sikap mengecam, menghujat, menyumpah serapah, apalagi menganggapnya sebagai orang kafir.
Sikap yang ditunjukkan Nabi Saw dengan beranjak ke tempat tidur dan memalingkan wajahnya adalah betapa Nabi Saw sosok yang amat mulia yang senantiasa menghormati talenta dan karya orang lain, terlepas dari suka atau tidak, menarik atau tidak. Dalam menafsirkan sikap Nabi Saw itu, mungkin saja (menjadi manusiawi) beliau tak suka terhadap nada atau syair lagunya. Atau mungkin juga karena Nabi Saw enggan memandang penyanyi perempuan itu dan bukan untuk enggan mendengar nyanyiannya. Padahal kita tahu, sebetulnya bisa saja Nabi Saw dengan cepat dan tegas melarangnya bernyanyi dan menyuruh perempuan itu pergi keluar rumahnya. Namun ternyata, hal itu tak dilakukan Nabi Saw. Karena bagaimanapun, perempuan itu akhirnya pergi keluar dengan tanpa dimaki atau dihujat oleh Nabi Saw sekalipun.
Hikmah yang dapat diambil dari penggal hadits di atas menurut hemat saya—untuk kemudian saya kontekstualisasikan dengan fenomena Lady Gaga—adalah suka atau tidak terhadap konser Lady Gaga adalah sebuah pilihan dan hak siapapun. Di satu sisi, bagi yang suka terhadapnya menjadi harus, akan dengan senang hati menyambut dan menonton konser itu betapapun dengan merogoh kocek yang mahal. Dan di sisinya yang lain, bagi yang tak suka terhadapnya, akan menunjukkan ketidaksukaannya itu dengan pelbagai cara. Namun perlu diingat, wujud ketidaksukaannya itu tak boleh semena-mena, dengan mengumbar sikap atau perilaku yang tak santun. Sebab itu, kiranya patut dijadikan teladan atas peristiwa yang terjadi pada Nabi Saw dalam hadits tersebut di atas.
Oleh karena itu dengan segenap niat baik dalam turut mengurai benang kusut persoalan ini, ada beberapa rekomendasi yang akan saya sampaikan, entah itu kepada pihak promotor, kepada pihak yang menolak, kepada pihak yang menerima, kepada pihak kepolisian, dan kepada pihak tokoh agamawan. Pertama, kepada pihak promotor, agar dengan tanggap menyerap aspirasi semua pihak terutama terhadap pihak yang menolak konser Lady Gaga, berkenaan dengan prosedur perizinan dan terutama yang berkenaan dengan hal yang sering disenggolkan dengan vitalitas budaya dan moral bangsa Indonesia. Juga atas segala konsekuensinya, jika acara tersebut tetap digelar atau dibatalkan. Kedua, kepada pihak yang menolak, tetaplah dengan pendirian anda, tetapi di saat yang bersamaan pegang teguhlah akhlak Nabi Saw sebagaimana tergambar jelas pada hadits di atas. Menolak dengan santun dan tidak emosional. Sehingga tidak perlu membuncahkan sikap tercela; mencemooh, menghujat, menyumpah serapah, memfitnah, dan lain semacamnya.
Ketiga, kepada pihak yang menerima, juga tetaplah pada pendirian anda, akan tetapi juga di saat yang bersamaan pikirlah kembali baik dan buruknya yang dapat ditimbulkan dari itu semua. Kalau ternyata banyak mendatangkan keburukan, sebaiknya diurungkan saja. Untuk mempergunakan waktu dan uangnya pada hal yang lebih bermanfaat. Kalau memang ternyata bersikukuh pada pendiriannya, berikan alasan yang baik (yang tidak emosional) agar tidak terjadi kesalahpahaman. Keempat, kepada pihak kepolisian, sebagai pihak yang berwenang secara penuh terhadap prosedur perizinan acara, untuk tetap bisa bersikap netral dan tidak memihak. Prosedur perizinan yang sudah lama berlaku, hendaknya dijalankan sebagaimana mestinya, tanpa ada campur tangan apalagi takut terhadap intimidasi dari segelintir kelompok pihak tertentu. Jika memenuhi persyaratan, izinkan dan jika tidak, cepat ambil tindakan yang bijak, agar tak terjadi kesalahpahaman.
Dan kelima, kepada pihak tokoh agamawan, agar senantisa mengedepankan akhlaq al-Karimah dan tutur yang baik. Berikanlah petuah yang sesuai dengan sumber-sumber otoritatif; al-Qur’an, hadits, ijma’, dan lainnya. Tidak malah ikut terjerumus dalam sikap memihak yang tercela. Maka, berikanlah teladan sebagaimana sebuah adagium yang mengatakan “al-Ulama waratsat al-Anbiya’ (Para tokoh agamawan adalah pewaris para nabi). Minimalnya, memberikan pencerahan sebagaimana tertera dan disebutkan dalam hadits di atas, yang sarat akan makna Islam yang santun dan anti kekerasan.

III
Atas pemaparan sederhana di atas, demikian jelas, bahwa sikap mengumbar perbuatan tercela seperti mencela, menuduh, menghujat, menyumpah serapah, dan segala bentuk sikap tercela lainnya adalah bukan termasuk akhlak yang diteladankan oleh Nabi Saw. Maka, menjauhi semua sikap dan perilaku tercela itu menjadi seyogia.
Karenanya saya optimis, kalau semua masyarakat Indonesia bersikap bijak dan tak emosional, suka atau tidak, setuju atau tidak, jadi atau tidak, diizinkan atau tidaknya konser Lady Gaga, tak akan sampai menimbulkan keresahan, perselisihan, apalagi keterpecahbelahan persaudaraan masyarakat Indonesia. Saya, sebagai penganut agama Islam, sekali lagi sangat yakin  jika apa yang diteladankan Nabi Saw senantiasa kita aplikasikan dengan baik, maka persoalan apapun yang bertubi-tubi mendera bangsa, persatuan dan kesatuan kita sebagai warga NKRI akan tetap utuh. Amin. Wallahu ‘alam bi ‘al-Shawab.

Cirebon, 25 Mei 2102.

0 komentar:

Post a Comment